Nilai ekspor barang dari Indonesia ke China mengalami penurunan selama tahun 2024. Padahal, sejak tahun 2020, ekspor ke China selalu meningkat setiap tahun. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor ke China mencapai US$62,43 miliar selama tahun 2024. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 3,84% dari nilai ekspor Indonesia ke China pada tahun 2023 yang mencapai US$64,93 miliar. Ini merupakan penurunan pertama dalam lima tahun terakhir. Secara rinci, nilai ekspor Indonesia ke China pada tahun 2024 menurun karena tiga komoditas utama, yaitu besi dan baja, bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak nabati. Ketiga komoditas ini merupakan barang yang paling banyak diekspor Indonesia ke China pada tahun 2023. Meskipun begitu, nilainya menurun pada tahun 2024.
Nilai ekspor besi dan baja mencapai US$18,33 miliar pada tahun 2023, namun mengalami penurunan sebesar 12,35% menjadi US$16,33 miliar pada tahun 2024. Sementara itu, nilai ekspor bahan bakar mineral sebesar US$14,97 miliar pada tahun 2023, turun 7,27% menjadi US$13,88 miliar pada tahun 2024. Terakhir, nilai ekspor lemak dan minyak nabati mencapai US$6,07 miliar pada tahun 2023, turun 16,14% menjadi US$5,09 miliar pada tahun 2024. Meskipun berat ekspor meningkat, penurunan nilai ekspor bisa terjadi karena faktor-faktor seperti penurunan harga komoditas, perubahan kurs mata uang, dan perjanjian perdagangan.
Data BPS juga menunjukkan bahwa ekspor barang Indonesia sangat bergantung pada China. Pada tahun 2024, total nilai ekspor barang non migas Indonesia mencapai US$248,82 miliar, di mana nilai ekspor non migas Indonesia tertinggi adalah ke China sebesar US$60,22 miliar (24,2% dari total nilai ekspor non migas). Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia pada China. Oleh karena itu, jika tren penurunan ekspor ke China terus berlanjut, hal ini bisa menjadi alarm bagi perekonomian Indonesia.
China sendiri menghadapi ketidakpastian ekonomi, terutama dalam menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Sejumlah lembaga internasional bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan melambat pada tahun 2025. Oleh karena itu, banyak pihak menyarankan agar Indonesia mengurangi ketergantungan pada China saat kondisi ekonomi negara tersebut tidak stabil.
Pemerintah Indonesia telah menyadari ancaman ini dan sedang berupaya untuk bergabung dengan berbagai blok ekonomi multilateral. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengaku bahwa Indonesia menghadapi banyak tantangan eksternal di masa depan. Untuk itu, Indonesia ingin meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak agar dapat menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
Dengan demikian, Indonesia berharap dapat mengurangi ketergantungan pada satu pihak saja dan lebih berkolaborasi dengan berbagai negara dalam berbagai blok ekonomi. Melalui kerjasama ini, diharapkan Indonesia dapat lebih tangguh dalam menghadapi gejolak ekonomi global yang tidak pasti.