Menurut Tauhid Ahmad, seorang ekonom dan Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), ia berpendapat bahwa Pemerintah harus mempertimbangkan perluasan insentif bagi para pengusaha di berbagai sektor sebagai dampak dari kenaikan PPN menjadi 12%. Menurutnya, langkah ini penting untuk mencegah terjadinya PHK massal, terutama di industri-industri yang rentan terkena dampak kenaikan PPN tersebut.
Tauhid Ahmad menegaskan bahwa insentif yang diberikan harus dipertimbangkan ulang, terutama jika pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2025 tidak mencapai target yang diharapkan. Menurutnya, Pemerintah harus berupaya keras untuk mencegah terjadinya PHK di perusahaan-perusahaan yang terdampak kenaikan PPN 12%, terutama dengan memberikan fasilitas atau insentif perpajakan bagi perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami masalah keuangan.
“Jika PHK terus terjadi, maka para pekerja akan kesulitan mendapatkan penghasilan,” ujar Tauhid Ahmad kepada Liputan6.com di Jakarta. Ia juga menambahkan bahwa Pemerintah harus memperpanjang masa berlaku insentif-insetif yang sudah disiapkan, seperti Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% hingga tahun 2025 bagi WP OP UMKM yang telah memanfaatkannya selama 7 tahun.
Selain itu, Pemerintah juga telah menyiapkan Pembiayaan Industri Padat Karya untuk meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5%. Tauhid juga menyarankan agar Pemerintah mempertimbangkan untuk memperpanjang penyaluran bantuan pangan dan energi mengingat adanya kenaikan PPN 12%.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat membantu para pengusaha dan pekerja di Indonesia untuk tetap bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit akibat kenaikan PPN. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mencari solusi terbaik guna mengatasi dampak dari kebijakan kenaikan PPN tersebut.